selamat pagi sahabat2 Sang Governor semua...
sedikit kabar, berita, maupun info tentang MITOS PESTISIDA akan kita kupas secara tajam,, setajam Cangkul.......
selanjutnya akan kita gali sedalam sumur diladang, bolehlah kita menumpang mandi, kalo ada umur yang panjang bolehlah kita nikah lagi,,,
uraian diatas hanyalah fiktif belaka,,gak perlu dimasukin ke hati ya sahabat2 sang governor,,tetapi masukin aja ke mulut,, kunyah ampee telerr,,hehehehe
baiklah sahabat2 ku yang sangat aku rindukan...semoga bermanfaat ya,,nah jangan lupa bagi kepada sahabat kita yang mungkin sangat membutuhkan berita ini,,,sesungguhnya Allah maha pengasih lagi maha penyayang,,masa kita enggak sih,,ya gakk???
1.1 Pengertian Pestisida
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (“hama”) yang diberi akhiran -cide (“pembasmi”). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai “racun”.
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Undang – Undang tentang Pestisida
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa:
Tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya.
Hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan.
Pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu.
Tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang dimaksud dalam surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.
Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
Memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian.
Memberantas gulma.
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan.
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk.
Memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan.
Memberantas atau mencegah hama air.
Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga
Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Sesuai dengan definisi tersebut di atas maka suatu bahan akan termasuk dalam pengertian pestisida apabila bahan tersebut dibuat, diedarkan atau disimpan untuk maksud penggunaan seperti tersebut di atas.
Sedangkan menurut The United States Federal Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteria atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.
2.2 Jenis-Jenis Pestisida
A. Berdasarkan Fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi menjadi 6 jenis yaitu :
Insektisida
adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas serangga di rumah, perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh : basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon,dll.
Jenis-jenis Insektisida Hidup :
Upaya pengendalian vektor untuk memutus siklus hidup nyamuk, sehingga mengurangi kontak antara manusia dengan vektor. Hanya, berbagai upaya tersebut perlu diikuti dengan cara-cara yang ramah lingkungan. Seperti telah dikemukakan salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman antinyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk. Artinya tanaman ini tidak perlu diolah terlebih dulu.
Kemampuan jenis tanaman ini sebagai pengusir nyamuk bisa dianggap istimewa. Penyebabnya adalah bau menyengat yang keluar dari tanaman ini. Bau menyengat inilah yang diduga tidak disukai serangga. Penggunaan tanaman ini cukup mudah, yaitu cukup diletakkan di dalam ruangan atau ditanam di pekarangan rumah.
Adapun bahan-bahan insektisida alami itu adalah sebagai berikut: Tembakau, Kenikir, Pandan, Kemangi, Cabe Rawit, Kunyit , Bawang Putih, Gadung , Sereh dan masih banyak lagi yang dapat di pakai sebagai bahan-bahan pembuat insektisida alami . Bila melihat bahan-bahan tersebut , semua ada di lingkungan kita, mudah di dapat dan murah, yang pasti juga aman karena tidak beracun.
Fungisida
adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan jamur/ cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contoh : tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
Bakterisida
adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salah satu contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.
Rodentisida
adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya : Warangan.
Nematisida
adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
Herbisida
Adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya.
Dua tipe herbisida menurut aplikasinya
Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
Cara kerja herbisida
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang “normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan. Contoh:
glifosat (dari Monsanto) mengganggu sintesis asam amino aromatik karena berkompetisi dengan fosfoenol piruvat
fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan amonium karena menjadi substrat dari enzim glutamin sintase.
Rekayasa genetika dan herbisida
Sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian penggunaan herbisida dapat diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi. Contoh tanaman tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas, padi, kentang, kedelai, dan bit gula.
B. Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
Pestisida organik (Organic pesticide)
Pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau binatang, misal : neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem).
Fungsi dari Pestisida Organik :
Pestisida Organik memiliki beberapa fungsi, antara lain:
Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat
Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot.
Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
Menghambat reproduksi serangga betina
Racun syaraf
Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri.
Bahan dan Cara Umum Pengolahan Pestisida Organik :
· Bahan mentah berbentuk tepung (nimbi, kunyit, dll)
Ekstrak tanaman/resin dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu
Bagian tanaman dibakar untuk diambil abunya dan dipakai sebagai insektisida (serai, tembelekan/Lantana camara)
Pestisida elemen (Elemental pesticide)
pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur.
Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide)
pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia.
C. Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
Pestisida sistemik (Systemic Pesticide)
Adalah pestisida yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama.
Contoh : Neem oil.
Pestisida kontak langsung (Contact pesticide) :
adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini.
D. Berdasarkan nama dan asal katanya, Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasarkan fungsi dan asal katanya. Penggolongan tersebut disajikan sbb.:
* Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.
* Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk melawan alge.
* Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung.
* Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri.
* Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
* Herbisida, berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu).
* Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga.
* Larvisida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.
* Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput.
* Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar).
* Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur.
* Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
* Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan.
* Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus.
* Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator).
* Silvisida, berasal dari kata latin silva yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon.
* Termisida, berasal dari kata Yunani termes yang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi untuk membunuh rayap.
Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya tidak menggunakan akhiran sida:
* Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik. Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan perangkap.
* Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang.
* Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai.
* Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya.
* Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme.
* Zat pengatur tumbuh. Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman.
* Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk.
* Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma.
* Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP).
* Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan.
* Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun.
* Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas.
* Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah.
2.3 Formulasi Pestisida
Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai:
1. Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates)
Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.
2. Butiran (granulars)
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).
3. Debu (dust)
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran (tanaman).
4. Tepung (powder)
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).
5. Oli (oil)
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas.
6. Fumigansia (fumigant)
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.
2.4 Cara Penggunaan Pestisida
Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun jenis obatnya manjur, namun karena penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu udara, kelembapan dan curah hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi pelayangan partikel pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan naik bergerak ke atas. Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun. Sedang curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya kerja pestisida berkurang.
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di samping berakibat mempercepat timbulnya resistensi.
1. Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah pestisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam label pestisida.
2. Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida :
a. Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air.
b. Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air.
Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi.
3. Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack sprayer (high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500 liter. Mist blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.
4. Ukuran droplet
Ada bermacam-macam ukuran droplet:Veri coarse spray lebih 300 µm, Coarsespray 400-500 µm, Medium spray 250-400 µm, Fine spray 100-250 µm,Mist 50-100 µm, Aerosol 0,1-50 µm,Fog 5-15 µm.
5. Ukuran partikel
Ada bermacam-macam ukuran partikel:Macrogranules lebih 300 µm, Microgranules 100-300 µm, Coarse dusts 44-100 µm, Fine dusts kurang 44 µm, Smoke 0,001-0,1 µm.
6. Ukuran molekul hanya ada satu macam, yatu kurang 0,001 µm
2.5 Batas Residu Pestisida
Penggunaan pestisida dalam proses produksi pertanian dapat mengakibatkan terdapatnya residu pestisida pada hasil pertanian. Residu itu dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu untuk mencegah dan melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan terjadinya bahaya pestisida, maka perlu ditetapkan batas maksimum residu (BMR) pestisida pada hasil pertanian atau biasa disebut BMR.
Untuk mengikuti perkembangan penggunaan atau aplikasi pestisida, pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah Membentuk Kelompok Kerja Batas Maksimum Residu Pestisida. Tugas Kelompok Kerja tersebut adalah:
1) Melakukan evaluasi dan menyusun kembali ketetapan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian;
2) Merumuskan standar dan metode kegiatan-kegiatan penelitian untuk penentuan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian;
3) Menyusun usulan tentang mekanisme dan prosedur penerapan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian;
4) Melakukan inventarisasi, evaluasi dan rekomendasi mengenai jaringan nasional lembaga pengujian dan sertifikasi residu pestisida pada hasil pertanian.
Standar Codex tentang residu pestisida menyatakan bahwa Batas Maksimum Residu pestisida (BMR) adalah konsentrasi maksimum residu pestisida (dalam mg/kg), yang direkomendasikan oleh Codex Allimentarius Commission untuk diijinkan terdapat pada komoditi pertanian termasuk pakan ternak. Dalam penetapan BMR harus didukung dengan data yang berdasarkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan/ Scientific evidence dan mengutamakan keamanan dan kesehatan pada manusia. BMR ditetapkan melalui Joint FAO/WHO Meeting on Pesticide Residues (JMPR) yang bersidang setiap dua tahunnya untuk menentukan level residu yang dapat ditoleransi toxisitasnya.
Menurut JMPR maka Batas Maksimum Residu pestisida diestimasikan berdasarkan asesmen (kemungkinan) resiko residu pestisida seperti : pertama, asesmen toksikologik terhadap pestisida dan residu pestisida dalam pangan yang berasal dari komoditas pertanian dengan tujuan menetapkan BMR yang dapat diterima secara toksikologik, baik toksisitas kronik (asupan per hari yang dapat diterima/ ADI dan akut ( dosis referensi/ RfD)
Kedua, asessmen paparan residu pestisida di lahan produksi komoditas pertanian melalui review data residu pestisida yang berasal dari data percobaan residu. Ketiga, pestisida tersupervisi (supervised pesticide residue trial) dengan cara aplikasi pestisida menurut panduan nasional cara berbudidaya yang baik dan benar/Good Agricultural Practices agar dapat merefleksikan praktek penggunaan pestisida secara nasional.
Data yang direview termasuk data percobaan residu pestisida tersupervisi dengan dosis aplikasi tertinggi yang direkomendasikan secara nasional. Di samping tingkat residu pestisida terestimasi dari berbagai bahan pangan penyusun pola diet pada tingkat internasional dibandingkan terhadap asupan per hari yang dapat diterima (ADI) atau dosis referensi (RfD). Sehingga BMR ditetapkan apabila perbandingan antara rekomendasi nasional dengan ADI/ RfD menunjukkan aman untuk dikonsumsi masyarakat.
2.6 Efek Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya :
Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).
Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya jenis burung itu akan punah.
Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran pestisida yang diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya, jelas akan mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran pestisida pada mahluk hidup dan lingkungan kehidupan, tidak terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar