Teki |
Teki |
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
terdiri dari hama, penyakit dan gulma, merupakan kendala utama dalam
budidaya tanaman. Organisme pengganggu tanaman ini pada suatu lahan
pertanian sangat mengganggu laju pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan,
ini dikarenakan antara tanaman yang dibudidayakan dengan OPT ini
bersaing untuk mendapatkan makanan, serat dan tempat perlindungan, maka
dari itu untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya pengendalian
yang terpadu demi menjaga kualitas tanaman tersebut. Oleh karena itu
pencarian teknologi pengendalian OPT terus berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan tuntutan sosial, ekonomi dan ekologi. Dalam
suatu ekosistem pertanian antara tanaman dengan OPT saling
berkesinambungan baik itu dari sisi positif maupun negatifnya. Van des
Bosch (1990) mengemukakan pengendalian hama dan tindakan-tindakan
pengelolaan sumberdaya lainnya adalah rancangan manipulasi ekosistem
untuk melestarikan kualitas sumber daya, meningkatkan kesehatan dan
kenyamanan manusia, atau mempertinggi produk makanan serat. Usaha ini
memerlukan tenaga kerja, materi, energi dan modifikasi lingkungan.
Tindakan pengendalian hama adalah keputusan yang di ambil secara sadar
untuk memanfaatkan materi, energi dan tenaga untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan tertentu dan untuk melangkah lebih jauh ke
prioritas-prioritas yang mungkin dicapai. Untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman ini dari tahun ke tahun mengalami revolusi, mulai
dari cara tradisional, sampai penggunaan pestisida. Dengan dijalankan
pengunaan pestisida yang kurang memperhatikan dampak penggunaannya
terhadap ekosistem lingkungan pertanian , maka dibutuhkan cara efektif
dan efisien yang dikenal pengendalian OPT terpadu. Cara ini memiliki
dasar ekologis dan dan menyandarakan diri pada factor-faktor mortalitas
alami seperti musuh alami dan cuaca serta mencari taktik pengendalian
yang mendatangkan gangguan sekecil mungkin terhadap faktor-faktor
tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengendalian OPT
2.1.1 Pengendalian Hama
Organisme pengganggu tanaman ini terdiri
dari hama, gulma dll. Untuk cara menanggulangi hama berbeda dengan
gulma, untuk mengendalikan hama konsep pengendalian telah mengalami
evolusi dari tahun ke tahun makin cangih dan sebagian besar menjadi
makin efektif. Metode pertama kali yang digunakan dalam mengendalikan
hama yang tidak diragukan lagi adalah menangkap, menapis atau memukul
serangga dan invertebrata kecil lainnya. Contoh awal penggunaan konsep
pengendalian OPT adalah penggenangan atau pembakaran lahan untuk
memusnahakan gulma serangga dan hama invertebrata lainnya, serta
pengunaan boneka sawah untuk mengusir burung-burung. pemanfaatan musuh
alami untuk mengendalikan hama sudah dimulai beberapa ribu tahun
sebelumnya. Meskipun demikian demonstrasi pentingya pendekatan ini baru
terlihat pada pemanfaatan metode pengendalian biologi untuik melawan
serangan kutu bersisik (cottony cushion scale). Tetapi
kemudian muncul wacana penggunaan pestisida kimia, dengan konsep ini
sedikit demi sedikit hama dapat dikendalikan, disamping mempunyai dampak
positif terdapat pula dampak negatifnya yaitu penggunaan pestisida
kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya:
mengakibatkan resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama,
terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari
lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna (Oka 1995), bahkan
beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena
pemanasan global (global warming) dan penipisan lapisan ozon (Reynolds,
1997). Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida, saja,
memiliki pertimbangan yang kurang terhadap aspek-aspek lain dari sistem
pertanian. Penyemprotan insektisida sering dilakukan berdasarkan kepada
jadwal kalender dan tanpa pengetahuan tentang fenologi hama, kerapatan,
dan potensi kerusakan. Penggunaan bahan kimia yang rendah biaya dan
berdampak kuat ini telah menekan pengembangan mekanisme lain untuk
pengendalian hama. Pendekatan ini juga telah merubah pola pikir petani
dari melindungi tumbuhan pertanian menjadi membunuh serangga.
Praktek seperti ini hanya bertahan dalam
waktu singkat, dan sejalan dengan perjalanan waktu akan muncul
resistensi terhadap insektisida dan kemunculan masalah-masalah lain
secara bertahap. Jadi, penting sekali untuk dipahami bahwa pengendalian
hama pada dasarnya adalah masalah ekologi. Berikut beberapa konsep
pengendalian hama yang berkembang dari tahun ke tahun:
A. Pengendalian Secara Bercocok Tanam
Pengendalian hama secara bercocok tanam
atau pengendalian agronomic bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman
sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut menjadi kurang cocok bagi
kehidupan dan pembiakan hama sehingga dapat mengurangi laju peningkatan
populasi dan peningkatan kerusakan tanaman. Kecuali itu pengelolaan
lingkungan tanaman melalui teknik bercocok tanam ini juga ditujukan agar
lingkungan tersebut dapat mendorong berfungsinya musuh alami secara
efektif. Istilah pengendalian secara bercocok tanam atau dalam bahasa
inggris cultural control sudah lama dikembangkan.
Umumnya teknik bercocok tanam yang digunakan adalah teknik bertanam yang
sudah ada dan kurang melihat perpaduannya dengan teknik lain seperti
pemanfaatan musuh alami. Dalam rangka sistem PHT akhir-akhir ini teknik
pengendalian secara bercocok tanam telah dikembangkan menjadi
penghertian yang lebih luas yaitu pengelolaan ekologi. (Pedigo,1989).
Pengendalian secara bercocok tanam
merupakan usaha pengendalian yang bersifat preventif yang dilakukan
sebelum serangan hama terjadi dengan harapan agar populasi hama tidak
meningkat sampai melebihi ambang pengendaliannya. Oleh karena itu,
penerapan teknik ini perlu direncanakan jauh sebelumnya agar hasilnya
memuaskan. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi hasil
pengendalian teknik pengendalian secara bercocok tanam perlu dipadukan
dengan teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip
PHT. Karena teknik pengendalian ini merupakan bagian teknik bercocok
tanam yang umum untuk memperoleh produktivitas tinggi, petani tidak
perlu mengeluarkan biaya khusus untuk pengendalian. Oleh karena itu,
teknik pengendalian ini merupakan teknik pengendalian yang murah. Teknik
pengendalian ini tidak mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan, dan
mudah dikerjakan oleh petani baik secara perseorangan maupun secara
kelompok.
B. Pengendalian Dengan Tanaman Tahan Lama
Pengendalian hama dengan cara menanam
tanaman yang tahan terhadap serangan hama telah lama dilakukan dan
merupakan cara pengendalian yang efektif, murah dan tidak berbahaya bagi
lingkungan. Penggunaan varietas tahan hama akhir-akhir ini berhasil
mengendalikan hama wereng coklat padi. Di luar tanaman padi penggunaan
varietas tahan hama di Indonesia masih terbatas karena masih langkanya
tersedia varietas atau tanaman yang memiliki ketahanan p. Saat ini lebih
dari 80% pertanaman padi di Indonesia yang luas panennya meliputi areal
sekitar 10 juta hektar merupakan varietas unggul yang berproduksi
tinggi produksi dan tahan terhadap hama wereng coklat. Karena sifatnya
yang berproduksi tinggi produksi beras di Indonesia dapat meningkat.
Meskipun keberhasilan telah dicapai oleh teknik pengendalian tersebut,
tetapi karena terjadinya keseragaman genetik yang besar pada ekosistem
persawahan, sifat ketahanan suatu varietas padi seringkali tidak
berjalan lama. Hama dalam hal ini wereng coklat karena proses seleksi
alami mampu mematahkan sifat ketahanan tersebut. Dalam membicarakan
prinsip dan teknik hama dengan tanaman tahan harus mulai mempelajari
fenomena evolusioner antara tanaman dan herbivora yang kemudian
bagaimana memanfaatkan sifat-sifat ketahanan alami tersebut untuk
memperoleh varietas tahan lama yang diinginkan.
Ketahanan atau resistensi tanaman yang
merupakan pengertian yang bersifat relatif karena untuk melihat
ketahanan suatu jenis tanaman, sifat tanaman yang tahan harus
dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak tahan atau peka. Tanaman
yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit
bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat
populasi hama yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. Jadi pada
tanaman yang tahan, kehidupan dan perkembangbiakan serangga hama menjadi
lebih terhambat bila dibandingkan dengan apabila sejumlah populasi
tersebut berada pada tanaman yang tidak atau kurang tahan. Sifat
ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli atau
terbawa keturunan (faktor genetik) tetapi dapat juga karena keadaan
lingkungan yang menyebabkan tanaman tahan terhadap serangan hama.
C. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanik
Dibandingkan dengan teknik pengendalian
hama lainnya pengendalian fisik dan mekanik merupakan teknologi
pengendalian hama yang paling kuno dilakukan oleh manusia sejak manusia
mengusahakan pertanian. Pengendalian dilakukan dengan mematikan hama
yang menyerang dengan tangan atau dengan bantuan peralatan. Meskipun
cara pengendalian tersebut merupakan cara yang paling kuno teapi masih
dipraktekkan sampai saat ini karena kesederhanaannya dan kemudahannya.
Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang kita lakukan
dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung mematikan hama,
mengganggu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain di luar
pestisida dan mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan
menjadi kurang sesuai bagi kehidupan hama. Perbedaan pengendalian fisik
dan mekanik tindakan mengubah lingkungan memang ditujukan khusus untuk
mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian
dari praktek budidaya atau bercocok tanam yang umum seperti pengendalian
secara bercocok tanam.
Pengendalian fisik dan mekanik harus
dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi serangga hama
dan adanya kenyataan bahwa setiap jenis serangga memiliki batas
toleransi terhadap faktor lingkungan fisik seperti suhu, kebasahan,
bunyi, sinar, spektrum elektromagnetik, dll. Dengan mengetahui ekologi
serangga hama sasaran kita dapat mengetahui kapan, dimana, bagaimana
tindakan fisik dan mekanik dilakukan agar memperoleh hasil yang efektif
dan efisien. Tanpa pengetahuan yang lengkap kemungkinan besar akan
memboroskan tenaga, waktu, dan biaya yang besar tetapi populasi hama
yang terbunuh atau dihambat kehidupannya hanya sedikit. Meskipun
pengendalian ini merupakan yang paling klasik namun tetap memerlukan
adanya penelitian dan informasi yang relevan seperti untuk teknik
pengendalian yang lain.
D. Pengendalian Hayati
Berbeda dengan pendekatan pengendalian
hama yang konvensional PHT lebih mengutamakan berjalannya pengendalian
hama yang dilakukan oleh berbagai musuh alami hama. Dalam keadaan
seimbang musuh alami selalu berhasil mengendalikan populasi hama
sehingga tetap berada di bawah aras ekonomik. Dengan memberikan
kesempatan sepenuh-penuhnya kepada musuh alami untuk bekerja berarti
menekan sedikit mungkin penggunaan pestisida. Pestisida sendiri secara
langsung dan tidak langsung dapat merugikan perkembangan populasi musuh
alami. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan
penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan.
Pengendalian hayati sangat
dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori
tentang pengaturan populasi oleh pengendali dari parasitoid, predator
dan patogen merupakan pengendali utama hama yang bekerja secara
“density-dependent” sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan
perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga
mengakibatkan kerugian ekonomik bagi petani disebabkan karena keadaan
lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk
menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami diberikan kesempatan
untuk menjalankan fungsinya antara lain dengan jalan rekayasa lingkungan
seperti introduksi musuh alami, memperbanayak dan melapaskannya, serta
mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami, maka musuh
alami akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Sesuai dengan konsepsi dasar PHT
pengendalian hayati memgang peranan yang menentukan karena semua usaha
teknik pengendalian yang lain secara bersama ditujukan untuk
mempertahankan dan memperkuat berfungsinya musuh alami sehingga populasi
hama tetap berada di bawah aras ekonomik. Dibandingkan dengan
teknik-teknik pengendalian yang lain terutama pestisida, pengenalian
hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen, aman, dan ekonomi.
Dikatakan permanen karena demikian
pengendalian hayati berhasil, musuh alami telah menjadi lebih mapan dan
selanjutnya secara alami musuh alami akan mampu menjaga populasi hama
dalam keadaan yang seimbang di bawah aras ekonomi dalam jangka waktu
yang panjang. Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena tidak
memiliki dampak samping terhadap lingkungan terutama terhadap serangga
atau organisme bukan sasaran. Karena musuh alami adalah khas inang.
Meskipun pernah terjadi ketahanan suatu jenis hama terhadap serangan
musuh alami anatra lain dengan membentuk kapsul dalam tubuh inang, namun
kejadian tersebut sangat langka. Pengendalian hayati juga relatif
ekonomik karena begitu usaha tersebut berhasil tidak diperlukan lagi
tambahan biaya khusus untuk pengendalian hama yang diupayakan kemudian
hanya menghindari tindakan-tindakan yang merugikan perkembangan musuh
alami.
E. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi yang dimaksudkan di
sini adalah penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama
tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Pestisida
mungkin merupakan bahan kimiawi yang dalam sejarah umat manusia telah
memberikan banayak jasanya baik dalam bidang pertanian, kesehatan,
pemukiman, dan kesejahteraan masyarakat yang lain. Berkat pesitisida
manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit yang
membahayakan seperti malaria, DBD, dll. Berbagai jenis serangga vektor
penyakit manusia yang berbahaya telah berhasil dikendalikan dengan
pestisida. Pada mulanya produksi pertanian juga berhasil ditingkatkan
karena pemakaian pestisida yang dapat menekan populasi hama dan
kerusakan tanaman akibat serangan hama. Karena keberhasilan tersebut
dunia pertanian pestisida seakan-akan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari budidaya segala jenis tanaman baik tanaman pangan
maupun perkebunan. Meskipun pestisida memiliki banyak keuntungan seperti
cepat menurunkan populasi hama, mudah penggunaannya dan secara ekonomik
menguntungkan namun dampak negatif penggunaannya semakin lama semakin
dirasakan oleh masyarakat. Dampak negatif pestisida yang merugikan
kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup semakin lama
semakin menonjol dan perlu memperoleh perhatian sungguh-sungguh dari
masyarakat dan pemerintah. Seperti diuraikan di atas damapak negatif
pestisida ini yang mendorong dikembangkannya konsep PHT. Diharapakan
dengan PHT dapat meningkatakan efisiensi penggunaan pestisida sehingga
secara keseluruhan diperoleh hasil pengelolaan ekosistem yang optimal.
2.1.2 Pengendalian Gulma
Gulma yang selalu tumbuh di sekitar pertanaman (crop)
mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir. Adanya
gulma tersebut membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan dan
menghalangi tercapainya sasaran produksi pertanaman pada umumnya. Usaha
manusia dalam mengatasi hal tersebut dapat berupa pemberantasan atau
pengendalian, tergantung pada keadaan tanaman, tujuam bertanam, dan
biaya. Budidaya pada tanaman dan pengelolaan masih merupakan usaha yang
cukup memadai dalam pertanian. Dengan ditemukannya herbisida, peristiwa
peracunan dan dosis dalam derajad pengendalian masih perlu
dipertimbangkan, demikan pula tentang selektivitas “mode of action” dan
efek residu. Pemberantasan gulma dilaksanakan bila gulma itu benar-benar
“jahat”, tumbuh di suatu tempat tertentu dalam lintasan yang cukup
sempit dan dapat membahayakan lingkungan. Dengan demikian tujuan
pemberantasan gulma semata-mata untuk membasmi tumbuhnya tumbuhan itu
selengkapnya.
Adapun pengendalian dilaksanakan, bila
gulma tumbuh pada area tertentu disekitar pertanaman, dan tidak seluruh
waktu tumbuh gulma akan mempengaruhi pertumbuhan pertanaman seluruhnya.
Hanya pada saat-saat tertentu (saat periode kritis) saja gulma tersebut
harus diberantas. Dengan demikian tujuan pemberantasan dan pengendalian
gulma berbeda. Pengendalian gulma dilaksanakanpada saat tertentu, yang
bila tak diberantas pada saat itu akan benar-benar menurunkan hasil
akhir pertanaman. Pengendalian terhadap gulma yang berkembang luas dan
sulit untuk dibasmi secara menyeluruh, bila dikerjakan akan memakan
biaya cukup mahal dan hasil pertanaman secara ekonomis tidak memadai.
Pengendalian gulma hendaknya dilaksanakan jika kita telah memiliki
pengetahuan tentang gulma itu. Bagaimana gulma itu dibiakan, disebarkan,
bagaimana bereaksi dengan perubahan lingkungan, dan bagaimana dapat
beradaptasi dengan lingkungan tersebut, ataupun bagaiman tanggapnya
terhadap perlakuan zat kimia, serta panjang siklus hidupnya, seperti
annual, biennial, dan perennial. Namun panjang siklus hidup ini beragam
dengan beda iklim.
Dengan pengalaman pengetahuan di atas, pengendalian gulma dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu secara:
- A. Mekanik
Pengendalian gulma dengan cara ini hanya
mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik, baik dengan tangan biasa, alat
sederhana maupun alat berat.
- Pencabutan dengan tangan atau disebut penyiangan dengan tangan
Cara semacam ini sangat praktis, efisien,
dan terutama murah jika diterapkan pada suatu area yang tidak luas.
Pencabutan dengan tangan ditujukan pada gulma annual dan biennial. Untuk
gulma perennial pencabutan semacam ini mengakibatakan \terpotong dan
tertinggalnya bagian di dalam tanah yang akhirnya kecambah baru dapat
tumbuh. Pencabutan bagi jenis gulma yang terakhir ini menjadi
berulang-ulang dan pekerjaan menjadi tidak efektif. Pada taman, cara
pencabutan akan berhasil akan baik bila diberi air sampai basah benar,
sehingga memudahkan pencabutan. Pelaksanaan pencabutan terbaik adalah
pada saat sebelum pemebentuksn biji.
- Bajak tangan.
Alat semacam ini dinamakan most satisfactorily meets the weeds.
Alat ini sangat berguna pada halaman dan sebagai alat tambahan pengolah
tanah dalam penyiangan di segala jenis barisan pertanaman. Jenis gulma
perennial yang persisten dapat pula diberantas dengan alat ini. Dalam 3
sampai 4 bulan pertama pembajakan dengan intrval 10 harian dianjurkan.
Alat ini sangat praktis pula dilaksanakan pada tempat yang tak dapat
dijangkau dengan alat berat maupun herbisida.
- Pengolahan tanah
Suatu usaha yang cukup praktis pada
pengendalian gulma annual, biennial, perennial, ialah cara pengolahan
tanah. Dalam pengendalian gulma annual cukup dibajak dangkal saja.
Dengan cara ini gulma tersebut dirusakkan bagian atas tanah saja. Sedang
untuk biennal bagian atas tanah dan mahkota, dab bagi perennial kedua
bagian di bawah dan di atas tanah dirusakkan. Kebanyakan gulma annual
dapat dikendalikan hanay dengan sekali pemberoan. Bila tanah banyak
mengandung biji gulma yang viabel, maka perlu diikuti tahun kedua dengan
pertanaman barisan dan pengolahan yang bersih untuk mencegah
pembentukan biji. Sedangkan untuk gulma perennial, pemberoan semusim
belum cukup. Sebaiknya perlakuan digaabung dengan pengunaan herbisida
dan pengolahan yang bersih. Metoden ini cukup memadai dan beragam dengan
spesies gulma, usia infestasi dan sifat tanah, kesuburan serta
kedalaman air tanah. Gulma perennial yang berakar dangkal sekali
pembajakan cukup dapat mereduser, dengan “membawa” akar ke atas dan
dikeringkan. Pembajakan di atas akan menekan pemebentukan dan tunas
baru. Untuk gulma perennial berakar dalam pembajakan berulangkali dan
pada interval teratur akan menguarangi perkembangannya. Perlakuan ini
akan menguras cadangan pangan dalam akar dengan berulangkali merusak
bagian atas. Pada tanah ringan dan kurang subur perlakuan tersebut
sangat berhasil. Dari pengolahan tanah dapat disimpukan bahwa penimbunan
titik tumbuh gulma dan mengganggu sistem perakaran dengan pemotongan
akar dapat membuat gulma mati, karena potongan-potongan akar dapat
mengering sebelum pulih kembali.
- Penggenangan
Pelaksanaan penggenangan pada umumnya
berhasil untuk gulma perennial. Penggenangan dibatasi dengan galangan,
dengan tinggi kurang lebih 15-25 cm selama 3-8 minggu. Sebelumnya
dibajak terlebih dahulu dan tak dibenarkan ada tumbuhan yang mencuat di
atas permukaan air. Gulma “ganas” yang perennial dan tumbuh dengan padi
sawah pada umumnya diberantas dengan cara ini dan sangat berhasil pada
tanah ringan, sedang pada tanah keras dianjurkan. Penggenangan dapat
berhasil dengan memuaskan bila ketinggian air tidak menyebabkan
pertumbuhan baru, namun informasi andal tentang penggenangan ini juga
masih belum lengkap.
- Panas
Suhu tinggi menyebabkan panas. Panas
dapat mengkoagulasikan protopalsma dan mengurangi enzim. Titik mati
menyebabkan sel tanaman karena panas terletak antara 45◦-55◦
C. Api atau uap panas sehubungan dengan pengendalian gulma mempunyai
tujuan untuk: menghancurkan bagian atas gulma yang telah tua atau
terpotong oleh alat lain (api), pada tempat berbatu atau jalan kereta
api, uap panas dan hembusan api dapat dikerjakan lebih praktis, pada
barisan tanaman kapas biji gulma yang berkecambah dapat dibasmi oleh
hembusan api, yang dikerjakan berulang kali sejak batang tanaman
bergaris tengah kurang lebih 0,5 cm, panas sering untuk membasmi biji
yang terpendam (gulma perennial).
Pembakaran lebih sering untuk
menghilangkan samapah bekas tanaman daripada sebagai cara pengendalian.
Hanya sebagian kecil biji gulma dapat selamat, apabila masuk dalam
celah-celah tanah, ikut “drift” dari angin atau aliran air. Di lain
pihak, api dapat memacu perkecambahan biji gulma tertentu yang tertimbun
tanah sangat dangkal. Meskipun pembakaran gulma tua tidak begitu
memadai, namun dapat membantu dalam hal: menghindari bahaya kebakaran,
membersihkan aliran air, membunuh hama dan penyakit yang bersarang pada
gulma dari sisa bajakan atau potongan, dan menghilangkan samaph itu
sendiri.
- Pembubuhan mulsa
Untuk menghalangi sampainya cahaya
matahari pada gulma dan menghalangi pertumbuhan bagian atas, maka
selapis bahan mulsa yang ditutupkan di atas gulma akan sangat berhasil.
Gulma perennial menghendaki selapis tebal jerami, namun gulma yang
mempunyai pertumbuhan vegetatif indertiminite kurang sesuai dengan
perlakuan ini. Tetapi perlakuan mulsa dengan jerami, dan lain-lain,
hanya dipergunakan dalam ukuran kecil saja.
B. Metode Pola Tanam Atau Persaingan
Bercocok tanam dengan cara bergiliran
akan meningkatkan kemampuan crop (pertanaman). Masing-masing crop
berasosiasi dengan sejenis gulma tertentu dengan khas. Menanam crop
seperti ini terus menerus (beruntun) dapat mengakibatkan akumulasi
gulma, oleh karena itu, perencanaan pergiliran tanaman tidak boleh
mengabaikan faktor gulma. Pergiliran tanaman memberi kemungkinan
segolongan gulma tidak mempunyai kesempatan mengganggu perkembangan
pertanaman berikutnya. Pesaing kuat bagi suatu pertanaman memberi banyak
keuntungan. Misalnya, pertanaman itu cepat tumbuh, berkanopi lebat
sehingga cepat memberikan naungan pada daerah di bawahnya, dan cepat
masak untuk dipanen, karena persaingan yang diperebutkan adalah cahaya,
air, dan nutrisi, maupun ruangan.
C. Pengendalian Gulma Secara Biologis
Telah diketahui bahwa insekta dan jamur
merupakan hama dan penyakit bagi pertanaman. Di lain pihak ada insekta
yang memakan gulma, maka masalahnya lain. Insekta tersebut jadinya
dapat memberantas gulma. Sebagai contoh klasuik ialah setelah
diperkenalkannya sejenis penggerek Argentine (Cactoblastis cactorum) di Queensland, maka kaktus (Opuntia)
yang menghuni lahan seluas kurang lebih 25 juta ha selama 12 tahun
dapat ditekan sampai 95%. Demikian pula pengenalan insekta pemakan daun (Chryssalnia spp.)
di California dapat menekan sejenis gulma. Namun perlu diingat bahwa
penggunaan musuh gulma tersebut harus hati-hati, jangan sampai setelah
gulma dimangsa, tanaman pun dapat pula diganggu. Tidak lazim, ada pula,
sejumlah hewan ternak yang memakan rerumputan secara teratur dapat
menekan sejenis gulma.
D. Pengendalian Gulma Secara Kultur Preventif (Pencegahan)
Pencegahan lebih baik daripada perawatan,
karena itu harus menjaga benih yang akan ditanamkan sebersih mungkin
dan bebas dari kontaminasi dengan biji gulma, juga pembuatan kompos
harus sempurna, pengunaan alat pertanian harus bersih, serta “menyaring”
air pengairan agar tidak membawa biji gulma ke petak pertanaman,
ataupun lebih luasnya tidak membawa biji gulma masuk ke tempat penampang
air pengairan.
E. Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Membiarkan tumbuhan tinggal pada suatu
lahan dapat mengakibatkan tanah “terpegang” oleh perakaran dan jatuhnya
air hujat tertahan oleh kanopi, akibatnya erosi dapat dikurangi. Namun
demikian pada suatu lahan yang ditumbuhi sejenis atau beberapa jenis
gulma, bila lahan tersebut hendak ditanami dengan crop, perlu diadakan
pengiolahan lahan terlebuh dahulu. Pengolahan tanah yang cukup dalam dan
berulangkali dapat menghancurkan tumbuhnya kebanyakan gulma meskipun
tindakan semacam ini memerlukan tambahan tenaga. Saat pengolahan tanah
yang tepat perlu dipertimbangkan, yaitu sebelum pembentukan tunas,
jangan sampai gulma berbunga apalagi membentuk biji. Demikian pula,
jenis alat pengolah akan memberi pengaruh pada “bersihnya” pengolahan
tanah dari gulma. Alat pengolah yang sederhana sampai sempurna akan
memberi beda pada timbulnya gulma selanjutnya. Alat sederhana
menggunakan tenaga manusia atau hewan, sedang yang sempurna boleh
disebutkan alat berat yang menggunakan mesin.
D. Pengendalian Gulma Secara Ekologis
Memodifikasikan lingkungan yang
mengakibatkan pertumbuhan tanaman menmenjadi baik dan pertumbuhan
tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma menjadi buruk adalah cara
lain dalam pengendalian gulma. Misalnya mengubah kedudukan air dan
nutrisi dalam tanah saat tertentu (pada saat ada atau tiada tanaman yang
tumbuh pada suatu lahan), dengan cara pemberoan setelah suatu tanaman
dipanen, ataupun pemberoan yagn diberi genangan. Di lain pihak membuat
drainase bagi tanah berair dapat membantu pengendalian gulma dan
pengolahan lebih awal dapat dilaksanakan.
E. Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Akibat parahnya penekanan gulma pada
pertumbuhan membuat para petani berusaha dengan sunguh-sunguh dalam
menanganinya. Suatu pengendalian gulma yagn efektif melibatkan beberapa
cara dalam waktu yang berurutan dalam suatu musim tanam. Misalnya saja,
satu jenis spesies pertanaman kurang mampu menekan pertumbuhan gulma,
pengendalian secara mekanik sendiri tidak sempurna dalam mengatasi gulma
tertentu. Maka timbul pemikiran bahwa paduan antara beberapa cara
pengendalian dalam satu musim tanam diharapkan dapat mengatasi
masalahnya. Seperti perpaduan antara pengendalian secara mekanik
diteruskan dengan pemberian herbisida pasca tumbuh, penggunaan herbisida
pra-tumbuh dan lain lagi perpaduan yang sekiranya dapat menekan
infestasi gulma yang sulit untuk dibasmi. Penentuan keputusan
pelaksanaan pengendalian secara terpadu sangat penting dalam
keberhasilannya. Apakah perpaduan cara pengendalian itu menguntungkan
atau tidak. Kombinasi dalam perpaduan yang tepat akan memberikan hasil
yang maksimal dalam pengendalian gulma.
F. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah
pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan
atau bahkan mematikan gulma. Bahan kimiawi itu disebut herbisida:
herba=gulma dan sida=membunuh; jadi zat herbisida ialah zat kimiawi yang
dapat mematikan gulma. Pengendalian dengan cara ini membutuhkan alat
penyebar herbisida serta pengetahuan tentang herbisida itu sendiri, agar
pengendalian yang dilakukan dapat berhasil. Namun secara garis besar
dapat diutarakan disini bahwa ada dua golongan utama herbisida yang
dengan sendirinya penggunaannya memberikan konsekuensi tertentu pula.
Dua golongan itu ialah herbisida selektif dan herbisida non selektif.
Kebanyakan herbisida akan lebih efektif pada gulma daun lebar, bila
besar konsentrasi herbisida yang dipergunakan tepat dan tepat pula saat
pemberian yang dibutuhkan. Sesuai dengan waktu pemberian, maka herbisida
dapat diberikan secara:
- Pra-pengolahan, sebelum pengolahan tanah, gulma yang di atas lahan diberi herbisida untuk memudahkan pengolahan.
- Pra-tanam, setelah pengolahan tanah
dan sebelum tanam herbisida diberikan untuk menghambat pertumbuhan gulma
dan memudahkan menanam.
- Pra-tumbuh, setelah tanam, herbisida diberikan sebelum tanaman maupun gulma muncul atau tumbuh.
Tentang arah penggunaan herbisida dengan alat penyemprot dapat diberikan secara:
-langsung pada gulmanya
-langsung pada gulma yang tumbuh terpencar
-langsung pada gulma dalam larikan
-diberikan di atas tanaman
-diberikan pada keseluruhan tanaman pada gulma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar