Kamis, 12 Desember 2013

Pengendalian Gulma Secara Terpadu

PENGENDALIAN GULMA SECARA TERPADU UNTUK KOMODITAS TEMBAKAU


A.    LATAR BELAKANG 
Penanaman dan penggunaan tembakau di Indonesia sudah dikenal sejak lama. Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup penting, tidak hanya sebagai sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi Negara. Tanaman Tembakau merupakan tanaman semusim, tetapi di dunia pertanian termasuk dalam golongan tanaman perkebunan dan tidak ermasuk golongan tanaman pangan. Tembakau (daunnya) digunakan sebagai bahan pembuatan rokok. Usaha Pertanian tembakau merupakan usaha padat karya. Meskipun luas areal perkebunan tembakau di Indonesia, diperkirakan hanya sekitar 207.020 hektar, namun jika dibandingkan dengan pertanian padi, pertanian tembakau memerlukan tenaga kerja hampir tiga kali lipat. Seperti juga ada kegiatan pertanian lainnya,untuk mendapatkan produksi tembakau dengan mutu yang baik, banyak faktor yang harus diperhatikan.
Dalam upaya pencapaian sasaran produksi tembakau cerutu, tidak jarang kita dihadapkan pada berbagai permasalahan yang mengiringi jalannya proses produksi baik yang muncul ketika akan memulai mengusahakan tembakau sampai dengan tembakau pasca panen. Semakin kompleksnya permasalahan yang muncul dalam pengusahaan tembakau cerutu, menuntut kepada kita untuk bisa cepat tanggap dan dapat mensiasati atau mengupayakan solusi dari permasalahan yang ada. Seperti apa yang terjadi di tahun ini musim hujan terjadi terus menerus pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau yakni dari Mei hingga September 2010, peristiwa ini menandai terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim.  Fenomena La Nina yang menjadi faktor dominan pemicu musim hujan berkepanjangan tahun ini pengaruhnya akan berlanjut hingga Juni 2011. Fenomena La Nina moderat yang terjadi pada bulan Agustus – September 2010 menimbulkan efek yang beragam bagi pengusahaan komoditas tembakau seperti terjadinya ledakan penyakit patik (Cercospora nicotianae) seperti apa yang terjadi di tahun 1998, pertumbuhan gulma yang hebat di areal pertanaman sampai dengan pasca panen (permasalahan nanti mungkin juga akan muncul pada tembakau).
Gulma yang selama ini bukan merupakan permasalahan yang serius dalam pengusahaan tembakau Vorstenlanden karena pengolahan tanah yang dilaksanakan sangat intensif, namun demikian pada tahun 2010 ini gulma menjadi masalah penting menjelang penanaman tembakau Vorstenlanden di  PT. Perkebunan Nusantara X (Persero). Seiring dengan terjadinya fenomena La Nina moderat, kemunculan gulma menjelang tanam tembakau Na-Oogst MTT. 2010/2011 cukup mengkhawatirkan, karena keberadaan gulma bisa berakibat fatal bagi tanaman utama saat awal pertumbuhan dan perlu segera dilakukan penanganan. Gulma bisa menjadi agen penyebar virus serta cendawan penyebab penyakit, selain itu gulma juga bisa menjadi inang atau tempat hidup hama, seperti ulat dan belalang.
Guna mengendalikan populasi gulma di areal tembakau diperlukan upaya antisipasi melalui strategi pengendalian yang umum yaitu dengan mempertimbangkan jenis gulma yang dominan, tumbuhan budidaya utama, alternatif pengendalian yang tersedia, serta dampak ekonomi dan ekologi. Dan pengendalian yang tepat untuk pengendalian gulma adalah pengendalian secara terpadu.
B.     ISI
1.      Pengertian tembakau
Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari genus Nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, digunakan sebagai pestisida, dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah, dan sebagainya.
Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh lokasi penanaman dan pengolahan pascapanen. Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya. Berikut adalah jenis-jenis tembakau yang dinamakan menurut tempat penghasilnya.
a.       Tembakau Deli, penghasil tembakau untuk cerutu
b.       Tembakau Temanggung, penghasil tembakau srintil untuk sigaret
c.        Tembakau Vorstenlanden (Yogya-Klaten-Solo), penghasil tembakau untuk cerutu dan tembakau sigaret (tembakau Virginia)
d.       Tembakau Besuki, penghasil tembakau rajangan untuk sigaret
e.        Tembakau Madura, penghasil tembakau untuk sigaret
f.        Tembakau Lombok Timur, penghasil tembakau untuk sigaret (tembakau Virginia)
g.        Tembakau Kaponan (Ponorogo), penghasil tembakau untuk tingwe (tembakau jenis sompo rejep).
h.       saat ini Kota Jember juga sebagai penghasil tembakau.
Posisi strategis komoditi tembakau bagi perekonomian Indonesia dapat dilihat dari besarnya devisa dan cukai yang diperoleh dari tembakau. Pada tahun 1998 devisa negara dari ekspor tembakau sebesar US $ 147.52.000 dan cukai sebesar 6,7 triliun rupiah. Pada tahun 1999 nilai ekspor tembakau sebesar US $ 91.833.000 (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2001). Nilai devisa dan pajak cukai tersebut sangat signifikan bila dibanding pendapatan lain dari sektor non migas. Bahkan pada tahun 2002 pemerintah mentargetkan pendapatan cukai rokok sebesar 22,3 triliun rupiah dengan langkah menaikkan cukai dan harga rokok.
2.      Pengertian gulma
Keberhasilan produksi tanaman tembakau cerutu ditentukan oleh berbagai faktor, sebagian dari faktor tersebut diantaranya adalah adanya gangguan biotik seperti hama, penyakit, serta gulma.  Menurut Klingman (1984) cit. T. Wahyudi dkk (2010), gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki.  Gulma juga didefinisikan sebagai tumbuhan yang kehadirannya pada lahan pertanian dapat menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya beragam bergantung dari jenis tanaman yang diusahakan, iklim, jenis gulma, teknik budidaya yang diterapkan serta faktor lainnya.  Kehadiran gulma di lahan tembakau Vorstenlanden sebenarnya tidak menjadi permasalahan yang serius karena teknik budidaya yang diterapkan khususnya dalam pengolahan tanah dilakukan secara intensif.  ”Gejoh” untuk pemeliharaan tanaman atau dalam istilah lainnya ”dangir” selain berfungsi untuk menciptakan lingkungan pertumbuhan yang diinginkan oleh perakaran tembakau (kondisi aerasi dan drainase yang optimum), juga berfungsi untuk sanitasi lahan.  Pada pelaksanaan perlindungan tanaman pun untuk menciptakan kebersihan lingkungan dilakukan tindakan preventif dengan membersihkan gulma yang disinyalir dapat menjadi tempat persembunyian hama maupun penularan penyakit.
Gulma memiliki ciri khas diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, mempunyai daya saing yang kuat dalam memperebutkan faktor-faktor kebutuhan hidupnya, mempunyai toleransi yang besar terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem, mempunyai daya berkembang biak yang besar secara vegetatif atau generatif, alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang, dan bijinya mempunyai sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup dalam kondisi yang kurang menguntungkan.
3.      Klasifikasi Gulma
Klasifikasi gulma atau pengelompokan gulma berdasarkan kesamaan aspek-aspek biologi yang terkait dengan adaptasi lingkungan, kemampuan bersaing terhadap tanaman pokok, atau responnya terhadap tindakan pengendalian, maka gulma diklasifikasikan :
a)      Berdasar sifat morfologi dan respon terhadap herbisida :
1.      Grasses (Kelompok rumput), yaitu jenis gulma dari suku Poaceae yang biasanya memiliki ciri-ciri berdaun pita. Contoh : Famili Gramineae, Imperata cyllindrica (Alang-alang), Paspalum konjugatum (Pahitan), Cynodon dactylon (Grinting).
2.      Sedges (Kelompok teki), yaitu jenis-jenis gulma dari Famili Cyperaceae. Contoh : Cyperus rotundus (Teki).
3.      Broadleaf Weeds (Kelompok gulma berdaun lebar), yaitu kelompok gulma selain dari famili Poaceae dan Cyperaceae. Umumnya dicirikan berupa tumbuhan berkeping dua dan tidak berdaun pita. Contoh : Ageratum conyzoides (Wedusan).
4.      Fern (Pakisan), yaitu kelompok gulma yang berasal dari keluarga pakisan/paku-paku.
b.      Berdasar daur hidup :
1.      Annual Weeds (Gulma semusim), memiliki ciri-ciri : umur kurang dari 1 tahun, organ perbanyakan berupa biji, umumnya mati setelah biji masak, produksi biji melimpah untuk regenerasi. Contoh : Eluesine indica, Cyperus iria, dsb.
2.      Biennial Weeds (Gulma dwi musim), memiliki ciri-ciri : umur 1 – 2 tahun, tahun pertama membentuk organ vegetatif dan tahun kedua menghasilkan biji. Contoh : Typhonium trilobatum, Cyperus difformis.
3.      Perennial Weeds (Gulma tahunan), memiliki ciri-ciri : umur lebih dari 2 tahun, perbanyakan vegetatif dan atau generatif, organ vegetatif bersifat dominasi apikal sehingga cenderung tumbuh pada ujung, bila organ vegetatif terpotong-potong semua tunasnya mampu tumbuh. Contoh : Imperata cyllindrica (Alang-alang), Chromolaena odorata, Cyperus rotundus.
c.       Berdasarkan habitat :
1.      Terrestrial Weeds (Gulma darat)
2.      Aquatic Weeds (Gulma air)
3.      Areal Weeds (Gulma menumpang pada tanaman)
4.      Berdasarkan tipe cara tumbuhnya :
5.      Erect / tumbuh tegak
6.      Creeping / tumbuh menjalar
7.       Climbing / tumbuh memanjat
d.      Berdasarkan struktur batang :
1.      Herba / tidak berkayu
2.      Vines / sedikit berkayu
3.      Woody Weeds / berkayu
4.      Gulma pada tembakau
Gulma yang tumbuh di areal tembakau terdiri atas gulma rumput, teki, dan gulma berdaun lebar (prosentase kecil).  Jenis gulma yang dominan adalah gulma berdaun sempit dan tergolong kelompok teki yaitu teki ladang Cyperus rotundus dan sebagian berupa gulma dari kelompok rumput Cynodon dactylon (Grinting).  Gulma tersebut memiliki daur hidup tahunan yang termasuk gulma darat, tumbuh tegak, serta tidak berkayu.
1)      Ciri khas teki ladang (Cyperus rotundus) :
o   Teki sangat adaptif oleh karena itu sangat sulit dikendalikan.
o   Membentuk umbi (merupakan tuber hasil modifikasi dari batang) dan geragih (stolon) yang mampu muncapai kedalaman satu meter sehingga mampu menghindar dari kedalaman olah tanah (30 cm).
o   Tumbuh baik bila tersedia air cukup, toleran terhadap genangan, dan mampu bertahan pada kondisi kekeringan.
o   Termasuk dalam tumbuhan berfotosintesis melalui jalur C4 (fotosintesis tanaman C4 lebih efisien yang menyebabkan kompetisi lebih hebat, pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, penurunan hasil lebih banyak).
2)      Ciri khas Grinting (Cynodon dactylon) :
o   Berstolon, merumput dengan rimpang bawah tanah menembus tanah sampai kedalaman 1 m atau lebih.
o   Toleran terhadap kekeringan maupun banjir berkepanjangan dan tumbuh paling baik pada tanah drainase baik. Toleran terhadap kesuburan tanah yang rendah namun tidak toleran terhadap naungan.
o   Tersebar luas melalui perakaran, biji yang tumbuh juga dapat menyebabkan perbanyakan biji secara alami.
5.      Kerugian yang ditimbulkan oleh adanya gulma di pertanaman tembakau
Kerugian akibat gulma dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis gulma, lamanya terjadi persaingan, sifat dan umur tanaman pokok, serta faktor lingkungan khususnya kesuburan tanah dan curah hujan. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh adanya gulma di pertanaman tembakau antara lain disebabkan karena :
a.       Terjadi persaingan antara tanaman tembakau sehingga mengurangi kemampuan berproduksi yaitu persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, cahaya serta tempat hidup. Besar kecilnya persaingan atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman pokok jika dilihat dari segi gulmanya dipengaruhi oleh :
1.      Kerapatan gulma, semakin rapat gulmanya maka persaingan semakin hebat
2.      Macam gulmanya
3.      Saat kemunculan gulmanya, semakin awal saat kemunculan gulma maka persaingan semakin hebat
4.       Kecepatan tumbuh gulma
5.      Lama keberadaan gulma
6.      Habitus gulma, semakin tinggi dan rimbun gulma maka persaingan semakin hebat
7.      Jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4)
8.      Allelopati gulma yang mengeluarkan racun
b.      Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman tembakau, yang dapat merusak pertumbuhan tanaman tembakau. Tidak semua gulma mengeluarkan senyawa beracun. Spesies gulma yang diketahui mengeluarkan senyawa racun adalah alang-alang (Imperata cylinarica), grinting (Cynodon dactylon), teki (Cyperus rotundus), Agropyron intermedium, Salvia lenocophyela dan lain-lain.
c.       Gulma bisa menjadi tempat persembunyian dari spora Cercospora nicotianae (patogen penyakit patik) maupun spora Alternaria alternata (patogen penyakit karat), Ageratum conyzoides (Wedusan) sebagai inang alternatif dari serangga Bemisia tabaci (vektor penyakit krupuk), dan gulma juga bisa menjadi inang atau tempat hidup bagi hama yang menyerang tembakau (ulat, belalang, Thrips, maupun Kutu putih).  
d.      Gangguan kelancaran pekerjaan petani (penanaman, pemupukan).
e.       Kenaikan biaya produksi tembakau Vorstenlanden (untuk perlindungan tanaman, pengolahan tanah).
6.      Pengendalian
Secara umum pengendalian gulma dapat ditempuh melalui beberapa cara yaitu pengendalian secara mekanis, pengendalian secara kultur teknis, pengendalian secara biologi, maupun pengendalian secara kimiawi. Pengendalian dapat berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah biasanya lebih murah tetapi tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang sedang membangun kegiatan pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah pemberantasan. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara-cara:
1.      Preventif ( Pencegahan )
Pengendalian gulma secara preventif adalah pengendalian dengan cara mencegahterjadinya infeksi dari pada mengobati.
2.      Pengendalian Gulma Secara Fisik 
Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan:
a.       Manual
b.      Pengolahan tanah
c.       Pembabatan (pemangkasan, mowing)
d.      Penggenangan
e.       Pembakaran
f.       Mulsa
3.       Pengendalian Gulma Dengan Sistem Budidaya
Cara pengendalian ini jiga disebut pengendalian secara ekologis, oleh karenamenggunakan prinsip-prinsip ekologi yaitu mengelola lingkungan sedemikian rupasehingga mendukung dan menguntungkan pertanaman tetapi merugikan bagi gulmanya.Di dalam pengendalian gulma dengan sistem budidaya ini terdapat beberapa cara yaitu :
a.         Pergiliran tanam
b.        Budidaya pertanaman
c.         Penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops)
4.      Pengendalian Gulma Secara Biologis
Pengendalian gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma denganmenggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya.
5.      Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma denganmenggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia yangdapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik secara selektif maupun non selektif.
6.      Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Yang dimaksud dengan pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
Dengan mendasarkan pada alternatif pengendalian yang tersedia, maka dipilih dua cara pengendalian yaitu pengendalian menggunakan herbisida dan pengendalian secara mekanis.
Untuk mengendalikan jenis gulma yang dominan yaitu gulma berdaun sempit digunakan herbisida purna tumbuh yang bekerja sebagai racun sistemik berspektrum luas dan berbahan aktif Isopropilamina glisofat 486 g/l.
Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian gulma sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat. Pengendalian gulma secara mekanis dilaksanakan melalui pengolahan tanah secara berulang dengan traktor, penyiangan gulma secara manual dengan alat / cangkul (“kesrik”) dan alat potong rumput. Teknik pengendalian gulma secara mekanik umumnya cukup baik dilakukan pada berbagai jenis gulma setahun, tetapi pada kondisi tertentu juga efektif bagi gulma-gulma tahunan. Disamping untuk mengendalikan gulma, pengolahan tanah dilakukan sekaligus untuk pemeliharaan tanaman yang telah memasuki jadual agar pertumbuhan tanaman dapat optimum.
1.Pengendalian dengan herbisida purna tumbuh berbahan aktif isopropilamina glisofat 486 g/.
Berdasarkan pengamatan pada aplikasi herbisida, gulma yang diperlakukan dengan semprot herbisida purna tumbuh berbahan aktif isopropilamina glisofat 486 g/ dosis 50 cc/liter baru menampakkan rumput pada kondisi bunga yang mulai menguning seperti terbakar, tetapi belum mati.  Untuk gulma yang berdaun lebar gulma mati ditandai dengan mengeringnya daun. Pengendalian gulma menggunakan herbisida pada saat areal tembakau siap untuk ditanami ternyata belum bisa memberikan hasil yang nyata. Karena pengendalian ini sifatnya mendesak untuk perlindungan tanaman (mengantisipasi kerugian yang ditimbulkan akibat gulma) pada areal tembakau yang akan ditanami, maka tindakan pengendalian menggunakan herbisida purna tumbuh yang diaplikasikan kurang efektif untuk dilakukan.  Maka kemudian diputuskan dilakukan pengolahan tanah ulang dengan bajak menggunakan hand traktor.  Kemudian lahan dirata dan dapat ditanami tembakau.  Setelah ditanami tanaman umur H+7 – 10, saatnya dilakukan G1 (Gejoh / dangir 1) pertumbuhan gulma pada lahan yang diaplikasi herbisida purna tumbuh laju pertumbuhan gulma lebih lambat, dibandingkan lahan yang tanpa aplikasi gulma atau yang hanya dilakukan pengolahan tanah berulang saja
2.    Pengendalian secara mekanis
Pengolahan tanah dilaksanakan secara berulang dengan traktor, penyiangan gulma secara manual dengan alat / cangkul (”kesrik”) dan alat potong rumput.
a.       Pengendalian gulma sebelum ada tanaman tembakau
Pengendalian gulma sebelum ada tanaman tembakau dilakukan melalui pengolahan tanah menggunakan traktor. Pengolahan tanah secara berulang menggunakan traktor dilakukan dengan pertimbangan untuk menggemburkan tanah kembali setelah mendapat hujan terus menerus, karena setelah terkena hujan terus menerus tanah menjadi ”pathet” dan ditumbuhi gulma yang sangat hebat sehingga sangat menyulitkan untuk membuat lubang tanam dan bertujuan untuk mengendalikan gulma secara cepat. Untuk mempersiapkan lahan siap tanam, setelah dilakukan pembajakan lahan dibentuk gulud-gulud untuk media tanam tembakau.
Pengendalian dengan pengolahan tanah secara berulang mempunyai kelebihan lebih menggemburkan tanah, namun dalam perjalanan selama budidaya karena kondisi hujan terus menerus gulma lebih cepat tumbuh dibandingkan yang sebelum dilakukan pengolahan tanah berulang sudah diaplikasikan herbisida purna tumbuh.
b.      Pengendalian gulma setelah ada tanaman tembakau
1.      Dengan ”kesrik” sebelum dilakukan Gejoh
Pengendalian gulma dengan ”kesrik” sebelum dilakukan gejoh melalui penyiangan gulma secara manual dengan alat / cangkul (”kesrik”) serta dengan alat potong rumput dalam praktiknya ternyata lebih banyak memakan waktu.  Secara estetika sangat baik, tampak gulmanya bersih.  Namun pada prinsipnya dalam budidaya tembakau yang diterapkan adalah bahwa setiap pekerjaan harus dilaksanakan tepat waktu, maka pelaksanaan kesrik ini memakan waktu lebih lama sehingga falsafah untuk tepat waktu relatif lebih sulit tercapai dengan metode ini. Bila tahapan tepat waktu dilaksanakan maka akan membutuhkan biaya yang lebih tinggi (perlu tambahan tenaga kerja).  Tahapan pekerjaan yang tepat waktu tidak bisa dipenuhi maka dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang optimal.
2.      Gejoh tanpa dilakukan ”kesrik”
Pengendalian gulma dilakukan sekaligus dengan gejoh yaitu mengolah tanah dengan cangkul di sekitar pertanaman kemudian di ”impu” kan pada tanaman.  Perlakuan ini dalam praktiknya lebih cepat dilakukan dan tidak terlalu banyak memakan waktu dan biaya, namun secara estetika masih tampak gulma.  Berdasarkan pengalaman dalam budidaya tembakau bahwa setiap tahapan pekerjaan harus dilaksanakan secara tepat waktu, perlakuan ini cukup baik dilaksanakan karena dalam proses berikutnya pertumbuhan tanaman menunjukkan pertumbuhan yang optimal walaupun  pada kondisi yang sangat ekstrim.
Pengendalian gulma secara mekanis sebelum ada tanaman tembakau dengan pengolahan tanah secara berulang menggunakan traktor efektif dilakukan sebagai pilihan pengendalian mengingat kondisi tanah yang memang perlu untuk dilakukan pengolahan kembali, namun dari segi ekonomi memerlukan biaya yang cukup banyak.
Pengendalian gulma secara mekanis setelah ada tanaman tembakau melalui gejoh tanpa dilakukan “kesrik” efektif dilakukan sebagai pilihan pengendalian karena dalam satu kali pekerjaan dapat kita dapatkan dua manfaat yaitu mengendalikan populasi gulma dan pengolahan tanah untuk membrikan aerasi udara untuk mendukung penyerapan unsur hara serta optimalnya pertumbuhan tanaman.
C.    KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian pengendalian gulma pada tanaman tembakau Vorstenlanden dapat diambil kesimpulan :
1.     Pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
2.     Pengendalian gulma menggunakan herbisida purna tumbuh pada areal yang siap ditanamai tembakau kurang efektif untuk dilakukan.  Hal ini disebabkan waktu aplikasi herbisida terlalu pendek dengan waktu tanam, sehingga untuk mendapatkan hasil yang optimal harus dikombinasi dengan perlakuan pengolahan tanah berulang yaitu bajak dengan hand traktor.
3.     Pengendalian gulma secara mekanis lebih memungkinkan untuk dilaksanakan pada kondisi ekstrim berdasarkan pada kecepatan hasil dan pertimbangan resiko yang merugikan pada tanaman.
D.    DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, budidaya tembakau, http://tanahsakti.blogspot.com/2011/05/budidaya-tembakau.html, diunduh pada hari sabtu 20 November 2011
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2011, Budidaya Tanaman TembakauVirgina,http://warintek.bantulkab.go.id/web.php?mod=basisdata&kat=1&sub=2&file=32, diunduh pada hari sabtu 20 November 2011
Anastasia  Erna, 2011, Pengendalian Gulma pada Tanaman Tembakau,http://ernaanasatsia.blogspot.com/2011/01/pengendalian-gulma-pada-tanaman.htm, diunduh pada hari sabtu 20 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar